Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan meminta pemerintah agar serius mendorong pembangunan fasilitas pemurnian mineral di Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah komoditas pertambangan. Ini sangatlah penting mengingat ekspor bahan mentah memiliki nilai ekonomi yang jauh lebih rendah, selain juga berdampak pada penerimaan negara yang kecil. Pemanfaatan sumber daya alam bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat haruslah ditafsirkan berdampak signifikan dan memiliki efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian masyarakat. “Saya termasuk yang sangat tegas menyuarakan perlunya pengolahan bahan mentah, termasuk komoditas pertambangan menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Untuk tambang, tentu hal ini perlu dilakukan pemurnian dan pengolahan, jadi tidak langsung di ekspor begitu saja. Jika hal ini dapat kita lakukan, tentu penerimaan negara akan jauh lebih meningkat, selain juga menciptakan dampak lanjutan bagi peningkatan perekonomian masyarakat,” ungkap Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini. Lebih lanjut politisi senior Partai Demokrat ini menyatakan bahwa Indonesia yang kaya akan sumber daya pertambangan haruslah disikapi dengan pembangunan smelter di banyak tempat. Di Papua, misalnya, seharusnya pemerintah mulai serius mendorong pembangunan pabrik pemurnian (smelter) di sekitar area pertambangan. Kita menyadari memang, pembangunan smelter ini membutuhkan kesiapan teknis, termasuk daya dukung infrastruktur yang memadai. Namun jika ini yang menjadi soalnya, maka selamanya tidak akan pernah ada smelter di Papua.
“Soal pembangunan smelter, termasuk di Papua saya kira soal political will. Jika pemerintah memang punya kerangka kebijakan (grand design) yang visioner dan terarah, seharusnya serius mendorong dan menyiapkan infrastruktur yang memadai sebagai prasyarat pembangunan smelter. Ini memang tidak mudah, tetapi jika tidak dimulai, maka Papua dan berbagai wilayah pertambangan lainnya hanya akan menjadi ladang produksi belaka. Bahkan, penyiapan infrastruktur pendukung tersebut seharusnya gagasan yang bagus bagi masyarakat sekitar,” kata Syarief. Karena itu, Syarief menekankan bahwa smelter yang dibangun di Gresik harus dipandang sebagai solusi transisi. Jangan sampai kita sudah cukup puas, atau malah menjadikan smelter yang dibangun jauh dari lokasi tambang sebagai jalan keluar atas kebutuhan pemurnian mineral. Sumber daya mineral kita masih sangat melimpah dan tentu kita harus mulai serius menyiapkan berbagai prasyarat pendukung agar semua mineral yang dieksploitasi itu nantinya punya nilai tambah yang besar bagi negara dan masyarakat. “Soal lokasi smelter ini haruslah jadi preseden agar di masa depan negara memang punya arah kebijakan pengelolaan mineral yang terarah, terukur, dan berkelanjutan. Apalagi, prasyarat infrastruktur yang seringkali dikeluhkan menjadi hambatan pembangunan smelter di Papua adalah perkara pemerataan pembangunan. Jadi, soal smelter tidak saja terkait teknis pemurnian komoditas tambang, namun ekses pembangunan yang layak bagi masyarakat. Jika di banyak tempat di luar Jawa yang kaya tambang smelternya justru di Pulau Jawa, maka ada yang salah dengan paradigma pembangunan,” tutup Syarief.