Peneliti Bidang Pertahanan dan Keamanan Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Diandra Megaputri Mengko menduga ada masalah sistem kelistrikan pada kapal selam KRI Nanggala 402 hingga terjadi hilang kontak di Perairan Bali, Rabu (21/4/2021). Diandra mengatakan hal itu didasarkan pada informasi dan pemberitaan yang beredar. Menurut Diandra penyebab kecelakaan alutsista itu secara umum bisa dipengaruhi tiga hal.
Pertama, persoalan sistem dan mesin dari alutsista itu sendiri. Kedua, persoalan human eror. Ketiga, persoalan kondisi lingkungan sekitar.
Meski pihak Mabes TNI dan Kemenhan sudah menyatakan sebelum digunakan kondisi kapal tersebut siap tempur, namun kata dia, apapun yang terjadi setelah kejadian tersebut perlu ada investigasi untuk mengungkap penyebab pastinya. Menurutnya hal tersebut perlu dilakukan agar peristiwa serupa yang membahayakan prajurit tidak terjadi lagi ke depan. Diandra mencatat kecelakaan kapal selam di lingkungan TNI baru kali ini terjadi.
Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah ada beberapa kali kecelakaan KRI di antaranya kecelakaan KRI Teluk Jakarta tahun 2020, KRI Rencong tahun 2018, KRI Pati Unus tahun 2016, KRI Teluk Peleng tahun 2013. Penyebab kecelakaan tersebut, kata Diandra, bermacam macam. "Tapi terjadinya beberapa kecelakaan ini tentu tidak bisa dipandang remeh. Hal ini mengindikasikan perlu ada evaluasi serius dari pemerintah," kata Diandra.
Menurut dia jika dilihat dari proses modernisasi TNI AL yang ditinjau sejumlah peneliti LIPI dari program MEF, akselerasi moderinsasi alutsista TNI AL masih cukup lambat. Sebelum program MEF, kata dia, kurang lebih kondisi alutsista TNI AL sekitar 33% dari kekuatan ideal dan setelah MEF tahap II atau tahun 2019, baru mencapai sekitar 43% dari kekuatan ideal. "Ini juga bisa menjadi salah satu poin evaluasi ke depan," kata dia.
Untuk itu, menurut Diandra, hal yang terbayang ke depan TNI AL perlu memeriksa semua kondisi alutsista, mana yang dalam kondisi siap 100%, mana yang perlu perawatan lebih lanjut, dan mana yang sudah perlu masuk tahap disposal atau pembuangan. Menurutnya yang bisa dipelajari dari kejadian KRI Nanggala 402 yang penting faktor keselamatan dulu nomor satu sehingga kondisi kapal ini harus benar benar ter record termasuk sejarah perawatan masing2. Setelah itu, kata dia, baru mulai menyusun ulang urgensi pengadaan ke depan berdasarkan kapabilitas yang dibutuhkan dan pembacaan dinamika keamanan.
"Kedua hal ini memang bukan perkara mudah dan membutuhkan anggaran yang juga tidak sedikit. Tapi kuncinya ada di perencanaan yang jelas dan konsistensi pelaksanaannya," kata Diandra.